Minggu, 26 Februari 2012

Gunung Rantemario, Peg.Latimojong

Banyak yang datang lalu pergi begitu saja, berharap meninggalkan jejak sebagai simbol kehebatan dan kemampuan diri, namun sayang bahkan jejak itu pun tidak mampu melawan angin yang dengan seenak jidatnya menghapus dirinya, tempat inilah yang mereka namakan atap langit kampoeng para Karaeng(Kampung Raja-raja)yang nama lainnya adalah Sulawesi Selatan disanalah berdiri puncak Rantemario.

Salah satu wilayah Indonesia bagian timur yang mempunyai pegunungan terpanjang di Sulawesi, membentang dari Kab.Sidrap - Kab.Enrekang -Kab.Luwu-Kab.Tana Toraja yang dinamakan Pegunungan Latimojong. Jalur pendakian Kab.Enrekang dengan bentang alam , keindahan panorama dan hangat sambutan penduduk asli serta aroma dan rasa kopi yang khas ini sudah merupakan rahasia umum dikalangan penggiat alam. Selalu ada rasa yang tersisa dan rasa jenuh yang terlupa bila berada di lingkungan bentang alamnya, tidak ada yang tidak ingin kembali ke tempat ini setelah melalui malam dan meneguk kemudian menghabiskan lebih dari segelas kopi.

Suku Enrekang masih berhubungan erat dengan Bugis . Pada umumnya berdomisili di Kabupaten Enrekang provinsi Sulsel. Sejak abad XIV, daerah ini disebut MASSENREMPULU yang artinya meminggir gunung atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang dari ENDEG yang artinya NAIK DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya sebutan ENDEKAN. Masih ada arti versi lain yang dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam Adminsitrasi Pemerintahan telah dikenal dengan nama “ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan, sudah mendekati kepastian sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit sambung menyambung mengambil ± 85 % dari seluruh luas wilayah yang luasnya ± 1.786.01 Km².

Dari beberapa puncak gunung dibarisan Pegunungan Latimojong, ada dua puncak gunung yang menjadi favorit bagi para penggiat alam terbuka yakni Rantemario dan Nene Mori (posisi saling sejajar dan menyambung mengarah ke utara, dilihat dari peta tophographi), entah apakah karena bagi mereka jalur ini adalah jalur termudah atau ada hal lain yang lebih menarik dibanding hanya persoalan jalur karena mendaki gunung bukan masalah pertandingan fisik maupun ketangkasan. Mungkin banyak yang telah mendaki kedua puncak ini, namun saya yakin tidak sedikit banyak dari mereka yang mengetahui legenda mengenai Rantemario dan Nene Mori, mungkin karena memang tidak ingin tahu dan tidak mempriorotaskan hal ini, namun adakah lain yang akan kamu tinggalkan selain cerita nantinya?

Jauh sebelum pemerintahan ini terbentuk, telah diyakini bagi rakyat Rantelemo dan Karangan yang tidak lain adalah kaki gunung Nene Mori dan Rantemario, pernah ada kisah yang akan menjadi filosofi untuk pemberian nama kedua gunung ini.

Dahulu kala, pernah hidup seorang nenek dan cucunya yang bernama Mori. Sudah menjadi keharusan untuk kelangsungan hidupnya, Nenek mori harus berburu anoa selain berharap dari pangan hasil bumi yang tidak tiap harinya bisa ia tuai hasilnya untuk kebutuhan konsumsi setiap hari.

Nenek mori diberkahi kelebihan khusus, memiliki indera keenam yang mampu melihat dan bersahabat dengan makhluk halus/gaib, masyarakat percaya bahwa nenek Mori sering berburu bersama dengan makhluk halus pada sebuah gunung yang sebagian penyusunnya adalah bebatuan.
Nenek mori juga memiliki kerbau putih yang diberi tanda di bagian telinganya dan apabila kerbau putih tersebut mendadak berlari seolah ada yang mengejar maka pertanda akan segera turun hujan.

Selain itu, ada yang unik dan terspesialkan dari kisah hidup Nenek mori, beliau tidak berburu seperti yang masyarakat lain lakukan. Nenek mori berburu dengan cara melantungkan kidung untuk anoa-anoa yang berkeliaran liar di hutan sekitar gunung tersebut. Bila ingin memulai perburuannya, Nenek mori melantunkan kidung diatas sebuah batu besar di puncak gunung, suara Nenek mori yang terhembus oleh angin dan menggema karena memantul di dinding gunung dan lembah di bawah puncak gunung mengalun memanggil dan seolah mengajak yang kedengaran seperti lantunan kidung persahabatan, maka anoa-anoa pun berdatangan dengan jinak kemudian menghampirinya. Begitu banyak anoa yang menghampiri sehingga Nenek mori hanya cukup memilih yang mana yang akan diambil sementara anoa-anoa itu dengan pasrah menyerahkan dirinya kepada Nenek mori tanpa perlawanan sedikitpun. Banyak yang menduga Nenek mori juga berkawan dengan anoa-anoa di gunung itu.

Hingga tiba juga lah masanya, Nenek mori merasa waktunya untuk hidup di dunia semakin menipis sehingga ia berpesan pada cucunya si Mori “Dengarkan sebaik-baik pendengaran mu kata-kata ku ini. Apabila engkau datang di dekat batu tempat biasa nenek bernyanyi sekaligus berburu anoa, kamu harus berteriak dan seketika itu pula maka daging-daging anoa pun akan tersedia, ini adalah janji mu untuk ku, bila engkau melanggarnya maka kamu tidak akan mendapatkan apa pun dan sungguh aku akan meninggalkan mu cucu ku”. Mori pun mendengarkan dan berjanji kepada neneknya akan mematuhi pesan sekaligus perintah neneknya itu.

Namun semakin lama Mori semakin diliputi rasa penasaran. Karena merasa aneh dengan sikap neneknya, Mori pun mendatangi batu tempat neneknya bernyanyi serta berburu secara diam-diam dengan harapan dapat bertemu dengan neneknya lagi dan kemudian berteriak memanggil neneknya, namun janji telah diingkari, tali kesepakatan telah terputus, Nenek mori pun menghilang dan sampai saat ini dipercaya Mori masih sering datang ke gunung itu namun tidak ada lagi suara dari lantunan Nenek mori dan daging anoa yang tersedia. Itulah legenda mengapa gunung tersebut dinamakan gunung Nene Mori(dalam bahasa Indonesia adalah Nenek Mori).

Disebelah utara gunung Nene Mori terhampar punggungan gunung nan luas yang hampir keseluruhan lantainya tersusun dari batu hitam (penduduk sekitar menamainya batu bolong). Begitu luasnya, dipertigaan jalur menuju ke gunung Nene Mori-karangan-Puncaknya terdapat lapangan yang luasnya hampir tidak lebih kecil dari luas lapangan sepak bola. Konon ceritanyan gunung ini adalah tempat segala makhluk berbahagia.Daratan/lapangan yang cukup luas yang memberikan kesenangan dan kebahagiaan, muemang secara logis itu karena indahnya pemandangan di Batu bolong ini namun penyebab kebahagiaan yang lain hanya Tuhan yang tahu,kita manusia terlalu banyak menduga.

Terdiri dari dua kata dalam bahasa Duri tentunya yakni “Rante = Daratan luas/lapangan” dan “Mario = Senang/Bahagia”. Itulah mengapa gunung ini dinamakan Rantemario. Rantemario puncak gunung yang berarti Daratan kebahagiaan dan tepatnya daratan yang berada di puncak gunung sehingga dapat dikatakan puncak kebahagiaan. Namun karena kedua gunung ini saling menyambung dan pasti salah satu gunung ini terlihat bila berada di puncak gunung Rantemario maupun Nene Mori serta legenda gunung ini saling bertolak belakang walaupun gunung ini tidak terpisahkan. Sehinnga bila letak geografis dan legenda dari kedua gunung ini diformulasikan maka akan tercipta chemistry kata-kata “Rantemario adalah puncak kebahagiaan dibalik durja Nenek Mori”.